sumber foto |
“Adapun nikah itu sunnahku, barang siapa yang benci terhadap sunnahku maka dia bukanlah dari golonganku”. (HR. Bukhori).
Pernikahan atau nikah artinya adalah terkumpul dan menyatu. Menurut istilah lain juga dapat berarti Ijab Qobul (akad nikah) yang mengharuskan perhubungan antara sepasang manusia yang diucapkan oleh kata-kata dengan maksud untuk meresmikan ikatan perkawinan secara norma agama, norma hukum, dan norma sosial. Upacara pernikahan memiliki banyak ragam dan variasi menurut tradisi suku bangsa, agama, budaya, maupun kelas sosial. Di wilayah Nusantara, proses menuju terlaksananya sebuah perkawinan tidaklah sedatar yang dibayangkan, melainkan harus melewati beberapa tahapan yang begitu rumit namun sarat akan makna filosofis berdasarkan kearifan lokal dari daerah masing-masing. Salah satunya adalah Tradisi Nikah Suku Sasak Lombok.
Dalam budaya suku sasak, pernikahan (merariq) dilaksanakan dengan cara diculiknya calon mempelai wanita oleh calon mempelai pria. Tradisi ini disebut dengan istilah "kawin culik". Penculikan mempelai wanita ini adalah sebuah proses yang dilakukan berdasar atas kesepakatan bersama melalui lembaga adat, maka dari itu tradisi unik ini di legalkan di mata hukum.
Proses Penculikan
Para Teruna (Pemuda) yang ingin menikah harus mencuri atau menculik pasangannya secara diam-diam tanpa sepengetahuan dari pihak keluarga perempuan. Sebelum melakukan penculikan mereka akan membuat suatu kesepakatan tentang kapan waktu aksi penculikan dilancarkan. Kesepakatan ini haruslah benar-benar bersifat rahasia, karena untuk menjaga kemungkinan hal-hal yang dapat mengganggu terjadinya proses penculikan. Seperti gangguan dari pihak ke-3 atau laki-laki lain yang juga berkeinginan untuk menyunting si gadis. Gangguan dari pihak ke-3 ini bisa saja berupa cegatan yang terjadi dengan jalan merampas anak gadis tersebut ketika bersama si penculik (mempelai pria/pihak pertama) dalam perjalanan menuju rumah si calon suami. Ini pula sebabnya, penculikan pada siang hari dilarang keras oleh adat karena dikhawatirkan akan mudah diketahui oleh orang banyak termasuk juga rival-rival dari sang penculik. Kalau saja orang tua dari si gadis ini mengetahui dan tidak setuju dengan si penculik. Maka di sini orang tua si gadis berhak penuh memutuskan untuk menjodohkan anak gadisnya dengan pilihan mereka. Keadaan ini yang disebut Pedait. Atau dalam istilah populernya di sebut "Perjodohan". Akan tetapi apabila proses penculikan ini berjalan dengan mulus dan dalam waktu 24 jam (sehari semalam) si gadis tidak memberikan kabar ke pihak keluarga, maka dengan kejadian ini si gadis telah di anggap sudah menikah oleh pihak keluarga. Dari anggapan para Teruna Lombok, pernikahan dengan cara mencuri di anggap lebih terkesan seperti Ksatria dibandingkan dengan cara meminta secara baik-baik kepada orang tua si gadis.
Adapun sanksi yang dikenakan kepada penculik apabila melanggar aturan-aturan yang telah di tetapkan oleh adat yaitu membayar Denda :
Denda Pati
Denda Pati adalah denda adat yang harus ditanggung oleh sang penculik atau keluarga sang penculik apabila penculikan tersebut berhasil tapi menimbulkan keributan dalam prosesnya.
Ngurayang
Ngurayang adalah denda adat yang dikenakan pada penculik gadis yang menimbulkan keributan karena penculikn tidak dengan persetujuan sang gadis. Karena sang gadis tidak setuju dan sang penculik memaksa maka biasanya penculikan ini gagal.
Ngeberayang
Ngeberayang adalah denda adat yang harus dibayar oleh sang penculik atau keluarganya dikarenakan proses penculikan terjadi kegagalan dan terjadi keributan karena beberapa hal seperti penculikan digagalkan oleh rival sang penculik, dan sebagainya.
Ngabesaken
Ngabesaken adalah denda adat yang dikenakan kepada penculik karena penculikan dilakukan pada siang hari yang pada akhirnya terjadi keributan.
Uang denda yang dibayar oleh penculik yang gagal itu akan diserahkan kepada kampung melalui ketua kerame yang kemudian diteruskan kepada kepala kampung untuk kesejahteraan kampung.
Setelah berhasil menculik, anak gadis tidak boleh di bawa pulang ke rumah Teruna pada saat itu juga, melainkan harus di bawa ke rumah kerabat pihak laki-laki terlebih dahulu, setelah beberapa malam menginap maka dari keluarga kerabat akan mengirim utusan kepada keluarga si gadis untuk memberitahukan bahwa anak gadisnya telah di curi dan sudah berada di suatu tempat persembunyian yang di rahasiakan dari keluarga si gadis, Nyelabar (Ngabarin) adalah istilah untuk proses pemberitahuan kepada keluarga si gadis ini. Pada saat proses nyelabar tidak boleh di ikutsertakan keluarga dari si Teruna.
Proses Nyelabar
Proses ini terdiri dari lima orang tidak boleh lebih ataupun kurang, pada saat proses nyelabar di haruskan untuk menggunakan pakaian adat sasak asli. Rombongan nyelabar tidak boleh langsung datang ke rumah si gadis melainkan terlebih dahulu datang ke rumah keliang atau tetua adat setempat untuk meminta izin, setelah mendapatkan izin barulah kerabat dari pihak teruna di perbolehkan secara langsung mengunjungi rumah si gadis, para penyelabar tidak di perkenankan untuk memasuki rumah melainkan harus duduk bersila di halaman depan rumah . satu dari lima orang inilah yang akan menjadi juru bicara untuk menyampaikan tujuan dan maksud kedatangan mereka.
Proses Nyongkolan
Setelah beberapa hari kemudian masyarakat Lombok biasanya mengadakan sebuah perayaan yang dinamakan Nyongkolan, dalam perayaan ini pengantin wanita akan di bawa pulang ke rumah orangtuanya untuk pertamakali setelah kejadian prosesi penculikan sebelumnya dengan berpasangan dan di dampingi oleh pengiring dan musik trisional Gendang Beleq. Tak jarang pada saat musik di tabuh (dimainkan) sebagian pengiring berjoged dengan gembira di sela-sela perjalanan. Pengantin pria dan wanita di arak dengan cara berjalan menuju rumah pengantin wanita. Proses Nyongkolan ini bertujuan untuk meberitakan kepada masyarakat bahwa pasangan pengantin telah melakukan sebuah prosesi pernikahan yang sah dari segi agama dan juga adat masyarakat suku Sasak.(sumber)
0 Response to "Peresean Budaya Sasak"
Post a Comment